Rabu, 21 April 2010

Ray Kroc : Pendiri Kerajaan Hamburger Mc'Donald


Kerajaan Hamburger

Orang bilang banyak jalan untuk menjadi jutawan. Tetapi, sesungguhnya tidak ada jalan melipatgandakan kekayaan dengan mudah. Selain perlu kerja keras, yang tak kalah penting adalah mengolah pegalaman masa lalu. Hal itulah yang kerap disarankan para ahli ketika anda pertama kali hendak menekuni bisnis waralaba.

Pengalaman pula yang menjadi modal utama Ray A Kroc ketika mengembangkan restoran Hamburger McDonal's dari pengalamannya bertemu dengan banyak orang dan mengamati sistem kerja perusahaan-perusahaan yang dikunjunginya, membuat Kroc cekatan dalam membuat peluang.


Ray Kroc yang dilahirkan tahun 1902, sejak muda percaya bahwa peluang hanya datang satu kali dan harus diambil pada kesempatan pertama. Saat berumur 15 tahun, di berbohong soal umurnya agar bisa mendapatkan pekerjaan sebagai sopir Palang Merah.

Kroc akhirnya dikirim ke Connecticut untuk pelatihan, namun tak jadi berangkat ke Eropa karena perang sudah berakhir. Setelah itu Kroc muda menjalani professi sebagai pemain piano sekaligus penjaja cangkir kertas untuk Lily Kulit Chup Cho.

Setelah menyadari banyak hal, akhirnya dia betah sebagai salesman. Peluang baru muncul ketika dia berjumpa Earl Prince, seorang penemu alat pembuat milkshake. Kroc meyakinkan Earl agar memberikan hak pemesanan produk tersebut kepadanya. Selama satu setengah dekade berikutnya, Kroc suses berjualan alat itu diseluruh negara.

Setelah berkeliling Amerika, Kroc menyadari bahwa salah satu pelanggan terbesarnya adalah sebuah restoran yang berbasis di California. Restoran itu dikelola oleh kakak beradik Richard dan Maurice McDonald. Dari penyelidikannya, Kroc menemukan restoran tersebut memakai tekhnik produksi massal dengan sistem assembly dalam pembuatan hamburger dan sandwich-nya.

Kroc juga mencermati, pemilik McDonald's kelihatannya tidak tertarik mengembangkan operasi restorannya lebih lanjut. Melihat gejala itu, lagi-lagi Kroc menunjukan kepiawaiannya sebagai seorang salesman. Dia meyakinkan McDonald's bersaudara agar memberikan hak keagenan eklusif kepadanya.

Memulai Waralaba
Tak lama kemudian Ray Kroc mendapatkan hak terbatas dari operasi restoran tersebut. Dia membuka outlet McDonald's pertamanya tahun 1954 di Des Plaines, Illinois.

Dari pengalaman dan pengamatannya selama bertahun-tahun, ia menemukan bahwa para pekerja tidak memiliki waktu untuk makan siang, apalagi jika mereka harus ada dijalan, dari satu rapat ke rapat lain, atau dari satu kunjungan bisnis ke kunjungan bisnis lainnya. Ide makanan cepat saji inilah yang dikembangkannya. Bisnis tumbuh mengesankan, dan Kroc segera membuka outlet yang lain. Yang kedua dan yang ketiga, keduanya di California, dibuka tahu 1955. Dalam lima tahun jaringannya berkembang jadi 228, dan pada tahun 1961 dia membeli restoran itu dari McDonald's bersaudara.

Ketika menjadi bos McDonald's Ray Kroc menyadari bahwa keuntungan besar akan datang dari tanah. Pada 1956 Ray Kroc membentuk Fanchise Realty Corporation, dengan tugas membeli tanah dan menjualnya dengan model sewa/beli (leasing) kepada franhisee.

Dengan cepat Kroc mulai merekrut franchisee pada 1961. Keuntungan besar yang dieroleh dari franchisee memudahkan Kroc meraup modal dari pasar keuangan. Dia memanfaatkan dana tersebut untuk beriklan. Isinya adalah kampanye yang terpusat pada maskot perusahaan - Ronald McDonald.

Dalam memilih pemilik yang akan memegang lisensi outlet baru, Kroc dan para pembantunya mencari-cari, seperti dijelaskannya pada 1971, "Figur yang baik ketika berhubungan dengan orang; kami lebih suka memilih salesman ketimbang akuntan atau juru masak".

Tatkala pasar domestik sudah jenuh, Ray Kroc mulai memalingkan perhatiannya ke luar negeri. Di luar AS, sajian restoran cepat saji ini mengelami penyesuaian dimana operasi mereka berada. Agar gampang di ucapkan oleh konsumen, di Jepang namanya bahkan di ganti menjadi Makudonaldo. Di India dan Timur Tengah daging babi tak dihidangkan. Dan di Irlandia promosinya berbunyi, "Our name may be american, but we're all Irish."

Ketekunan
Banyak penjual yang hanya memikirkan keuntungan besar sesaat. Berbagai cara dilakukan agar keuntungan cepat dapat diraih, antara lain menaikan harga setinggi langit atau mengurangi kualitas. Namun hal ini tidak berlaku bagi Ray Kroc yang menjaga kualitas hamburger, pelayanan, kebersihan dan manfaat yang di berikan kepada pelanggan.

Kualitas yang diberikan selalu nomor satu dan konsisten di tiap outlet yang dibukanya. Konsisten dalam mutu membangun kepercayaan pasar terhadap semua jenis makan dan pelayanan yang disajikan oleh waralaba hamburger dunia ini.

"Saya kira untuk menjadi usahawan anda harus memiliki ego yang luas, kebanggaan besar, dan kemampuan menginspirasikan orang lain agar mengikuti kepemimpinan anda" katanya suatu ketika.

Dalam pengamatan Kroc, banyak orang yang ekspektasi mencapai apa yang diingikan dengan cepat. "Kami menginginkan seseorang terjun ke dalam bisnis secara total. Jika ambisinya adalah mencapai keadaan dimana dia dapat main golf empat hari dalam seminggu atau main kartu untuk mendapatkan satu saja dan bukannya sepuluh sen, kami tak mau dia berada di restoran McDonald's tegasnya.

Tak heran jika banyak eksekutif McDonald's menghiasi ruang kerja mereka dengan tulisan diktum yang menjadi yang menjadi favoritnya:
"Di dunia ini tak ada yang akan bisa menggantikan ketekunan. Talenta tidak; kegagalan orang bertalenta adalah hal biasa. Jenius pun tidak akan bisa. Kaum jenius yang tidak mendapatkan apa-apa (unrewarded) sudah bisa menjadi peribahasa. Pendidikan juga tidak bisa; dunia ini dipenuhi orang berpendidikan yang terlantar. Ketekunan dan determinasi saja yang mahakuasa".

Tua Bukan Halangan
Pepatah memang mengatakan bahwa "Life begins at 40". Tetapi, bagi Roy Kroc "Life begins at 50". Pada usia 50 tahun inilah dulu Ray Kroc memulai usaha baru di bidang makanan. Situasi yang tak mudah dihadapinya. Ray Kroc menderita diabetes dan arthritis. Kandung kemih dan kelenjar gondok sudah diangkat lewat sebuah operasi. Namun tekad untuk sukses terus membakar sekujur tubuh.

Pada tahun 1974, Ray Kroc menjadi sosok pahlawan karena perkara yang tidak ada hubungan dengan bisnis. Dia membeli sebuah team bisbol San Diego Padres dan mencegah hengkangnya klub tersebut ke Wasington, DC.

Tahun 1968, lewat istrinya Joan, sebuah program nasional untuk membantu keluarga yang kecanduan alkohol bernama operation Cork dibentuk. Salah satu akativitasnya adalah membarikan hibah sebesar 800,000 USD kepada Dartmouth Medical School utntuk mengembangkan kurikulum dan studi tentang penyalahgunaan alkohol.

Kork Menderita stroke pada Desember 1979 dan segera setelah itu masuk pusat penanganan kecanduan alkohol di Orange, California.

Ray Kroc meninggal dunia karena usia tua pada januari 1984. Dalam usia 81 tahun dia menjadikan pewarisnya sebagai jutawan. Dan kepergian-nya hanya seluluh bulan sebelum McDonalds menjual Hamburger-nya yang ke-50 milliar.
Sumber : www.purdiechandra.net

Anda Bisa Jadi Entrepreneur, Hari Ini Juga!
Posted on by Kirara
Anda Bisa Jadi Entrepreneur, Hari Ini Juga!

Banyak sekali jalan menjadi entrepreneur, bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong Anda. Bagaimana caranya? Peluang apa saja yang bisa segera ditubruk?

Tak ada profesi yang sedemokratis profesi entrepreneur (wirausaha/pengusaha). Siapa pun Anda, asalkan hari ini punya keberanian, hari ini juga Anda bisa langsung menjadi pengusaha -- bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong Anda. Bandingkan, misalnya, untuk menjadi dokter, Anda mesti kuliah dulu bertahun-tahun di fakultas kedokteran. Demikian pula profesi lain seperti pengacara, arsitek, apoteker, psikolog, atau ahli konstruksi.

Memang, umumnya orang berpandangan, untuk menjadi wirausaha kita harus menyiapkan uang tunai lebih dulu sebagai modal. Itu sebabnya banyak orang sibuk berburu uang untuk menghimpun modal, biasanya dengan menjadi karyawan di perusahaan orang. Setelah dirasa cukup, barulah memutuskan membuka usaha sendiri. Namun ceritanya akan lain jika -- dan ini yang sering terjadi -- uang yang didapat ternyata dirasa hanya pas untuk hidup sehari-hari. Alhasil, cita-cita membuka usaha sendiri tinggallah cita-cita, karena usia keburu habis tersita untuk memikirkan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Pandangan bahwa untuk memulai usaha harus tersedia uang tunai, tak sepenuhnya benar. Dan itu telah dibuktikan oleh para pengusaha sukses. Sebagian besar dari mereka mengawali usaha justru ketika mereka tidak punya apa-apa, terdesak, putus sekolah/kuliah lantaran tak ada biaya, atau bahkan karena merasa terhina. Dalam kondisi nothing to loose ini, keberanian dan kenekatan mereka muncul. Dalam kondisi bukan siapa-siapa, mereka dipaksa untuk membangun “mimpi” masa depan, tertantang untuk meraihnya, dan berusaha keras menyusun strategi untuk mencapainya.

Keberanian dan motivasi yang menyala-nyala itu sekaligus menyingkirkan segala hal yang sebelumnya dianggap memalukan. Misalnya, karena tak punya uang serupiah pun di kantong, mereka tak segan-segan mengawali usaha sebagai makelar rumah, mobil, barang elektronik, aneka bahan bangunan, bahan kebutuhan pokok, atau barang-barang lainnya. Dengan modal dengkul ini, mereka langsung memetik keuntungan dari komisi atau berdasarkan kesepakatan lain yang ditentukan bersama pemilik barang.

Cara lain, misalnya, menjual jasa dengan lebih dulu meminta uang muka. Ini bisa dilakukan di industri jasa pendidikan seperti bimbingan belajar, les bahasa Inggris, kursus musik (piano, gitar, biola, dan sebagainya). Atau, bisa juga konsumen memesan barang tertentu kepada kita, tetapi sebelum barang pesanan itu kita kerjakan, kita minta uang muka lebih dulu. Nah, uang muka dari para konsumen itulah yang kita jadikan modal untuk menggelindingkan bisnis.

Gampang kan? Masih ada lagi. Kalau Anda kebetulan punya keahlian khusus, memasak misalnya, Anda bisa mencari pemodal untuk membuka restoran dengan sistem bagi hasil. Jurus-jurus seperti itulah yang tak bosannya diserukan Purdi E. Chandra, pendiri sekaligus “guru besar” Entrepreneur University, di depan para muridnya. Purdi sendiri drop out dari kuliahnya di tahun kedua gara-gara kesulitan uang kuliah dan biaya hidup. “Terus terang, dorongan terkuat dari dalam diri saya waktu memutuskan terjun ke dunia bisnis karena saya minder pada teman-teman kuliah yang hidupnya serba kepenak dan kelihatannya kaya-kaya,” ungkap pendiri dan pemilik Primagama Group, yang mengelola jaringan bimbingan belajar terbesar di Tanah Air. Kini, walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya, Purdilah yang paling bos dan terkaya di antara anak-anak Angkatan 1979 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang sekarang bekerja di berbagai tempat.

Yang menggembirakan, belakangan semakin marak tren untuk sejak awal memutuskan menjadi wirausaha sebagai pilihan hidup. Banyak lulusan segar perguruan tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri, tanpa ragu bertekad membangun bisnis sendiri. Demikian juga, tak sedikit profesional di perusahaan mapan tiba-tiba ganti haluan menjadi pengusaha. Seperti akan Anda baca pada tulisan Sajuta berikutnya, dengan bekal pendidikan yang lebih bagus, luasnya jejaring serta pengalaman yang matang, kelompok ini memang relatif lebih jeli memilih bidang bisnis yang belum digeluti orang, sehingga banyak dari mereka cepat meraih sukses. Namun, yang paling disaluti dari mereka adalah keberaniannya memutuskan terjun di dunia bisnis, membangun visi, dan eksekusinya yang gigih.

Sungguh banyak jalan untuk menjadi wirausaha. Profesi seperti dokter, arsitek, desiner interior, pengacara, atau bahkan artis, sebetulnya tinggal selangkah lagi bisa menjadi pengusaha jika mereka mau. Dokter bisa bikin klinik atau bahkan rumah sakit sendiri. Pengacara dapat mendirikan kantor konsultan hukum. Desainer interior bisa bikin kantor konsultan desain dan interior. Artis, dengan pergaulannya yang luas, bisa segera mendirikan rumah produksi sendiri.

Kalau punya uang dan tak ingin terlalu repot, Anda bisa langsung menjadi pengusaha dengan membeli waralaba (franchise) produk/jasa terkenal yang sudah terbukti sukses. Dengan semakin derasnya arus barang (baik lokal maupun dari mancanegara), bisnis keagenan dan distribusi pun sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Dalam perjalanannya, seperti halnya dalam kehidupan yang lain, para wirausaha pun dihadapkan pada banyak jebakan dan godaan. Salah satu sindrom yang sering muncul adalah euforia sukses. Karena telah membuktikan diri sukses, dorongan untuk mengejar sukses-sukses yang lain pun sering sedemikian menggebu sehingga mengabaikan kemampuan riilnya. Banyak contoh pengusaha yang awalnya maju pesat berkat bisnisnya yang berkembang sangat bagus, tiba-tiba limbung lalu terjungkal gara-gara terlalu ekspansif ke bidang-bidang baru yang belum begitu dikuasainya. Jadi, hati-hatilah. Laju boleh cepat tapi ritme hendaknya tetap terjaga.

Yang jelas, gairah menuju entrepreneurial society ini perlu disambut hangat. Sebab, sumbangan pengusaha kecil dan menengah terhadap perekonomian nasional -- seperti sudah sangat kerap didengung-dengungkan -- tak perlu disangsikan lagi. Terutama, dalam hal penyediaan lapangan kerja dan andilnya dalam membangun struktur perekonomian nasional yang sehat. Karena itu, sudah saatnya pemerintah (khususnya pemda) makin terpacu untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi munculnya para wirausaha baru. Bentuknya bisa macam-macam, antara lain ketersediaan kredit yang memadai bagi small and medium enterprises, penyaluran dana BUMN ke sasaran yang tepat, tidak membebani pajak secara tidak proposional, dan lain sebagainya.

Rully Kustandar
www.purdiechandra.net

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008